ESCAPE
Kebebasan, sebuah kata yang mungkin terlalu kerap dipuja, oleh kaum yang haus akan putih, namun selalu menodai. Kebebasan, seuntai maksud yang terlampau sering dianggap ada, oleh umat yang ingin dipercaya, namun selalu menghianati. Kebebasan, suatu ungkapan yang acap kali disalahartikan, oleh jiwa yang lapar akan harta kekayaan, namun selalu menengadahkan tangan. Kebebasan, sebentuk metafora, yang selalu dielu-elukan, namun hampir tak pernah dimaknai.
________________________________________
Barangkali, satu dari sedikit hal yang paling menarik untuk dikupas setuntas-tuntasnya, adalah kebebasan dan ketidakbebasan manusia. Rasanya, semua kalangan tak mau kalah untuk berramai-ramai meneriakkan pemikirannya, yang sudah mereka yakini sebagai mahacipta buah pikir insan cendekia. Bahkan, tak jarang yang rela bertirakat lama-lama untuk mengkaji, pun meneruskan doktrin tokoh-tokoh yang diagungkan akan pendapatnya tentang kebebasan dan ketidakbebasan, mulai dari Friedrich Nietzsche hingga Sudjiwo Tedjo. Namun, hanya segelintir orang yang mau mencoba untuk menyalahkan dirinya demi membuka peluang kebenaran. Karena terkadang, ada beberapa situasi di mana kebenaran hanya akan terasa nyata, ketika kita mau untuk menyalahkan diri ini, menenggelamkan segala arogansi.
Sebelum hari ini, mungkin Mereka yang mendahului kita, tahu betul artinya dikekang. Sebelum malam ini, mungkin Mereka yang menghadap Sang Kuasa terlebih dahulu, telah khatam merasakan pahitnya dibatasi. Sebelum detik ini, mungkin Mereka yang pergi lebih awal, sangat paham bagaimana limitasi menjadi tembok penghalang senyum di penghujung hari. Namun, pernahkah terlintas di benak kalian, bahwa mungkinkah tidak ada yang namanya kebebasan? Jujur saja, segala sesuatu di alam raya ini tidaklah sesederhana itu. Sejatinya, kita tidak pernah benar-benar bebas. Apakah kalian pikir kita bebas menghirup udara yang kita gunakan untuk bernafas setiap waktunya? Tidak. Kita harus menanam pohon dan mengurangi polusi udara agar kita tetap bisa bernafas tanpa gangguan. Apakah kalian yakin bahwa kita bebas berpendapat di mana saja dan kapan saja? Tidak. Kita harus menjunjung tinggi etika dan mengurungkan niat untuk mengecam kesalahan (si)apa-(si)apa yang memiliki superioritas jauh di atas. Apakah kalian percaya bahwa kita bebas untuk menentukan ke mana kita akan melangkah di kemudian hari? Tidak. Nyatanya, kita akan memendam keinginan dalam-dalam bila tidak disetujui orang tua, kakak, adik, atau bahkan seseorang yang hanya kita sukai.
Kebebasan itu memang semu, tetapi banyak dari kita yang memilih untuk percaya dalam tanda tanya, yang dimusnahkan perlahan oleh bisikan-bisikan yang katanya hati nurani. Lain halnya dengan mereka yang gagal dirasuki paradigma tentang kebebasan ini. Tak sedikit dari kita yang malah mencari limitasi untuk membuat nyaman diri sendiri.
Sebuah guratan tinta seorang calon perencana yang kubaca beberapa waktu yang lalu membuatku mulai mencoba untuk mau menafsirkan arti kebebasan lebih dalam lagi. Pada tulisannya, Beliau menyampaikan bahwa sesungguhnya terdapat fase antara kebebasan dan ketidakbebasan yang disebut sebagai pseudoliberal, di mana kita merasakan kesemuan dari kebebasan yang mungkin ingin kita capai, namun sejatinya kita masih dalam tahap berlari ke sana. Sayangnya, kebanyakan orang tanpa sadar merasa jumawa ketika baru saja mencapai sebuah pemikiran atau penafsiran tertentu, yang padahal mungkin hanya sebatas celupan ujung telunjuk dalam stoples selai coklat kacang kekinian. Dan yang lebih disayangkan lagi, banyak yang lupa memaknai arti kebebasan secara tuntas dan dengan puasnya berhenti sebagai pseudoliberalis karena merasa telah berlari. Mungkin benar, bahwa kebebasan yang sejati mungkin terletak pada pelariannya. Namun, adalah pesimis bahwa kita mengeliminasi fase kebebasan yang ada pada ujung pelarian hanya karena kita masih mencari tahu bagaimana arti kebebasan yang sesungguhnya.
Dalam kehidupan, kebebasan dan ketidakbebasan adalah keniscayaan bagi logika dan perasaan manusia. Sebagaimana ada hitam dibalik putih, gelap dibalik terang, atau bahkan kematian dibalik kehidupan. Namun, untuk saat ini, aku memilih untuk percaya bahwa pseudoliberal benar adanya. Meskipun keraguan akan tafsiran pribadi masih membayangi, tetapi paling tidak inilah bentuk afirmasi dari diri ini, yang mungkin akan memulai untuk merencanakan kebebasan melalui sebuah pelarian.
Pelarian atau eskapisme mungkin adalah pantai yang menghubungkan antara pesisir ketidakbebasan dan lautan kebebasan. Ya, sebagian orang memilih untuk menjadi optimis, termasuk menganggap pelarian sebagai sebuah pantai. Sejatinya, pelarian dimaksudkan agar kita dapat menemukan kebebasan, bukan mempersiapkan diri untuk menjemput kebebasan. Persiapan seharusnya telah disadari oleh setiap insan dalam ketidakbebasan mereka.
Bagiku, kebebasan adalah sebuah klaim yang arogan, sebuah self-congratulation yang jumawa. Namun, aku bukanlah seorang naif yang tidak haus akan apresiasi.
Proses memaknai memang bukanlah hal yang mudah, terlebih bagi jiwa-jiwa yang masih mencari, seorang diri. Terkadang, mereka semua masih berpikir dua kali untuk berlari, padahal itulah yang mereka butuhkan untuk mencapai tingkat yang mereka ingini. Memang benar, bahwa pelarian tidaklah sepele, namun kawan, pelarian tidaklah sepelik yang kalian bayangkan. Tak perlulah deklarasi yang elegan bahwa kau akan berlari. Tak perlulah kontemplasi berhari-hari untuk memutuskan akan berlari. Karena sejatinya, pelarian dapat kau lakukan di mana saja dan kapan saja. Pelarian bukanlah hal masif yang keluar dari jalur. Pelarian bukanlah sebuah bentuk perusakan sistem karena kebencian terhadapnya. Pelarian bukanlah sebuah bentuk penolakan terhadap aturan yang ada. Pelarian, adalah sebuah tahap, di mana kita memutuskan untuk meninggalkan jauh-jauh ketidakbebasan dan mencari kebebasan tanpa harus menghancurkan apa yang seharusnya tidak dihancurkan.
Berlarilah. Karena pelarian, adalah sebuah proses, yang harus kita tempuh untuk menjumpai kebebasan. Berlarilah. Karena pelarian, adalah sebuah tahap, di mana kita telah menjadi lebih berani untuk menghadapi kebebasan. Dan Berlarilah. Karena pelarian adalah sebuah bukti bahwa kau telah merencanakan kebebasan.
Komentar
Posting Komentar