Ya baiklah
Pohon yang tumbuh sampai ke surga itu akarnya sampai ke neraka.
Memahami bahwa sekarang adalah masa-masa sulit, dan ini akan terjadi selama sebulan dua bulan ke depan adalah realistis.
Hidup tak selalu tentang bahagia, sedih adalah hak semua anak bangsa.
Rehatlah sejenak, untuk beberapa hal yang memang belum sesuai mimpi, cukup imani kalau memang belum rejeki.
Untuk beberapa hal yang terjadi tak sesuai rencana, cukup percaya memang belum waktunya.
Kita terbiasa menganggap rasa sedih sebagai suatu yang buruk. Rasa sedih kita terjemahkan sebatas pesan untuk tergesa-gesa bereaksi, diantara 3 pilihan reaksi: melawannya, melarikan diri darinya, atau mengurung diri dan menikmatinya.
Sekian lama kita terjebak seolah hanya ada 3 pilihan reaksi itu. Padahal kita punya pilihan untuk berteman dengan kesedihan.
Belajar tenang ditengah ketidakpastian dengan memahami hidup memang tersusun atas rangkain ketidakpastian.
Belajar untuk baik-baik saja meski tempat kita berpijak lenyap dalam sekejap.
Belajar untuk bicara pada diri sendiri, minta maaf karena ekspektasi terlalu tinggi.
Luka memang selalu mengejutkan kita di tengah jalan, tanpa permisi dan basa basi.
Kita terpelanting dan hancur.
Tulang kita patah, hati apalagi.
Luka sempat pergi dan kita sudah bisa berdiri. Kemudian, ia bertamu lagi.
Kali ini lebih kuat, sedang tubuh kita masih patah.
Kita berusaha menetaskan obat merah, perban, plester pada luka yang entah sudah berapa banyak.
Kita belajar untuk memulihkan diri kita sendiri, meski air mata dan dada sesak ikut mampir.
Kita kemudian perlahan-lahan pulih.
Hidup, selain serangkaian luka, ia adalah rangkaian pemulihan diri.
Sutu saat jika luka kembali bertamu dan membanting kita lebih kuat, kita akan meneruma pukulan dan bantingannya,
kemudian kita akan belajar untuk pulih lagi. Terus begitu, hingga kita berpulang.
Mari bersepakat untuk meyakinkan diri bahwa kita lahir bukan hanya terlatih patah hati, tapi juga terlatih memulihkan diri.
Sangat menginspirasi!. Hanyut dalam kata.
BalasHapus